Rabu, 05 Oktober 2011

REVIEW BUKU USHUL FIKIH VERSUS HERMENEUTIKA: MEMBACA ISLAM DARI KANADA DAN AUSTRALIA

Agama dan filsafat merupakan dua hal yang mewarnai kehidupan disepanjang jaman. Sejarah membuktikan dengan agama seseorang rela mengorbankan nyawanya demi kepercayaan agama yang dianut. Begitu pula dengan filsafat, untuk mempertahankan pendapat yang dipegang seorang filosof rela di tiang gantungan. Polemik agama vis a vis filsafat juga terjadi dalam sejarah intelektual islam.
Peradaban islam mencatat betapa sengitnya pertarungan antara Al-Ghazali, Al-farabi, Ibn Rusyd dan Al-Kindi. Dari satu sisi perdebatan mereka yang secara intelektual menambah wawasan berfikir umat untuk kembali mengkaji Al-Qur’an dan sunnah. Namun di sisi lain justru perdebatan itu mengakibatkan ketidak pastian umat islam dalam berpijak dan berpegang kepada keyakinan.
Para pakar hadist yang berpangku pada teks dan para filosof yang mengandalkan kekuatan rasio telah lama beradu argumen dalam berbagai persoalan. Penafsiran yang dilakukan ahli hadits sangat terpaku pada kekuatan teks. Kelompok ini sangat berhati-hati dalam menentukan status sebuah persoalan. Kalau teks dalam al-Quran dan al-hadits tidak ada, mereka tidak akan gegabah atau gampangan dalam mengurai persoalan dengan rasio. Karena bagi mereka, kedua landasan tersebut tersebut telah menjawab semua persoalan dalam kehidupan. Cuma manusia masih galau dan bimbang, sehingga tak mampu menggali sumber pengetahuan dari kedua landasan tersebut.
Berbeda dengan ahli ra’yu yang sangat menonjolkan unsur rasionalitas. Dalam menjawab beragam persoalan, analisis rasio menjadi sangat penting bagi mereka. Bahkan ketika dalam menjawab persoalan, mereka berani berbeda dengan apa yang dalam sebuah teks. Mereka bukannya tidak menggunakan teks. Tetapi bagi mereka, teks itu sangat terbatas, sementara fakta social terus berkembang tak terbatas. Maka penggunaan rasio mutlak direalisasikan. Karena kalau rasio tetap berpegang kepada kemaslahatan, maka disitulah rasio sesungguhnya sama dengan maksud yang ada dalam teks. Mereka mencoba melampaui teks.
Kaum rasionalis dewasa ini menggunakan hermeneutika sebagai suatu metode dalam berfilsafat untuk mencari kebenaran suatu persoalan. Mereka mengkritik ushul fiqih sebagai metode yang dipakai para ahli hadist dalam mencari solusi sebuah persoalan. Hermeneutika sebegitu diangung-agungkan secara membabi buta. Aplikasi hermeneutika dalam menafsirkan Al-Qur’an pun semakin lazim digunakan yang terkadang justru menyimpang dari ayat ilahi tersebut. Secara jujur intelektual muslim yang begitu mengangungkan hermeneutika adalah mereka doktor-doktor lulusan Amerika dan Kanada yang ketika di Indonesia mereka membawa paham tersebut.
Sementara dipihak lain para ahli ushul fikih terlalu leterlauge dan rigit dalam menjawab persoalan. Metode lama yang konservatif kerap kali menjadi acuan. Para ahli ushul fikih merasa tabu dan bahkan riskan jika mengeluarkan metode baru. Mereka hanya meniru dari metode yang digunakan oleh pendahulunya sementara persoalan-persoalan kehidupan terus berkembang dan semakin kompleks.
Apabila diambil benang merah dari konflik ushul fikih yang didukung oleh ahli hadits dan hermeneutika metode ra’yu yang diusung oleh para filsuf maka kita akan mendapatkan jalan tengah dengan tanpa mencaci maki satu dengan mengagungkan yang lainnya.
Hermeneutika sebagai metode dapat menjadi sarana atau proses dalam menafsirkan ayat ilahi yang bersifat horizontal. Ayat-ayat sosial dengan segala persoalannya, ayat-ayat kemanusiaan dan ayat lainnya yang berhubungan dengan kemanusiaan dapat ditafsirkan dengan metode hermeneutika. Hermeneutika tidak boleh menyetuh ayat vertikal. Keesaan Allah, kekuasaan-Nya dan zat-Nya bukanlah kajian hermeneutika.
Ushul fikih harus lebih fleksibel kajian ajaran islam jangan hanya dilihat dari segi tekstual saja akan tetapi kontekstual dan faktual. Metode ushul fikih jangan hanya bersandar dengan kaidah klasik semata. Pemahaman secara kontekstual dengan memperhatikan tujuan dari teks perlu mendapat perhatian mendalam. Dalam hal ini maqasid syariah menjadi jawaban dari kedua pertikaian “Ushul fikih versus Hermeneutika”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda tentang blog ini..!

BERTEMAN DENGAN SAYA