Sabtu, 08 Oktober 2011

REVIEW BUKU HERMENEUTIKA AL-QUR’AN

Hermeneutika sebagai suatu metode penafsiran teks di Indonesia mungkin terasa asing terdengar. Akan tetapi jika dilihat secara historis hermeneutika sebenarnya sudah lama sejak berabad-abad dan berkembang pesat di Eropa barat. Pada saat itu hermeneutika digunakan untuk menginterpretasikan bible/ injil dalam upaya mengakomodasi dinamika perkembangan jaman.
Di Indonesia hermeneutika dewasa ini sangat diagung-agungkan sebagai metode pengganti tafsir al-qur’an. Para pengagum hermeneutika tidak memahami bahwa dengan istilah hermeneutika Al-Qur’an berimplikasi menyamakan Al-Qur’an dengan kitab ardhi lainnya. Lebih jauh hermeneutika juga mengganggap malaikat jibril dan nabi Muhammad SAW sebagai pendusta wahyu Allah.
Dr. Hasan Hanafi memaparkan tentang hermeneutika al-qur’an versus tafsir al-qur’an dengan mengkaji teori tafsir sebagai logika wahyu lalu mengatakan bahwa tafsir tidak memiliki kesolidan, prinsip-prinsip tidak teruji dan terseleksi dengan alasan tafsir tidak melampaui fase syarah (komentar), fase tafsil (detailisasi) dan fase tikrar (pengulangan).
Kondisi kontemporer mengungkapkan adanya dualisme antara teks keagamaan dan dunia nyata yang berseberangan. Teks keagamaan tenggelam dalam komentar tradisional dan dunia nyata dikendalikan oleh pemikiran manusia murni tanpa melihat penafsiran langsung dari teks keagamaan.
Upaya yang dilakukan untuk menjembatani dualisme ini memiliki kelemahan diantaranya tafsir dogmatis teologis selalu lebih merupakan teori tentang eksistensi Allah dari pada eksistensi manusia. Sedangkan tafsir kontemporer selalu terkait dengan kondisi lokal islam  dari segi sosial dan ekonomi. Tafsir kontemporer tidak pernah memulai dengan mengkritik, menyerukan perbaikan dan perubahan radikalitas kondisi yang bertentangan dengan agama, padahal mufasir klasik memulai dengan mengkritik dengan menuntut perbaikan dan perubahan kondisi yang ada.
Hermeneutika tidak hanya sebuah ilmu atau teori interpretasi memahami teks, tetapi mengandung pengertian sebagai ilmu yang menerangkan wahyu dari huruf kerealitas atau dari logos ke praktis. Tahapan hermeneutika meliputi kritik sejarah untuk menjamin otentitas kitab suci menurut sejarah dan proses merealisasikan maknanya dalam kehidupan nyata. Kesadaran dan objek hermeneutika memiliki tiga kesadaran yaitu kesadaran historis yang memastikan teks dan tingkat keabsahannya, kesadaran eidetik yang menjelaskan makna teks hingga menjadi rasional dan kesadaran praktis yang menjadikan teks sebagai dasar teori dalam pengamalan dan mengarahkan wahyu tuhan kepada tujuannya yang akhir dalam kehidupan nyata dan alam semesta sebagai tatanan ideal dimana dunia mencapai kesempurnaan.
Hermeneutika kontemporer memberikan klaim bahwa bahasa bukan konstruksi arbitrer kata-kata manusia untuk memberi bentuk pada peristiwa-peristiwa tertentu, namun untuk mencerahkan dan menjaga realitas dari peristiwa apapun. Dengan memanfaatkan proses ini, peristiwa sejarah dan realitasnya disimpan dalam bahasa. Senada dengan itu, ketika bahasa autentik bekerja dengan benar, ia membeberkan kepada kesadaran manusia seluruh realitas historis itu dan menyajikan kepadanya peristiwa-peristiwa masa lampau seakan-akan itu terjadi di hadapan mereka saat ini. Dengan mengikuti garis pemikiran seperti itu, wahyu dianggap dapat terjadi kapan saja, yakni ketika manusia “bertemu” dengan Tuhan melalui bahasa. Bahasa dengan demikian bukanlah bahasa supranatural sekalipun itu Kalam Tuhan; karena semua yang mengkomunikasikan Tuhan kepada manusia adalah Kalam Tuhan. Hermeneutik kontemporer, dengan demikian, membawa kita kepada redefinisi wahyu sebagai proses yang tiada henti, sesuatu yang tidak berhenti pada suatu periode tertentu.

1 komentar:

Tinggalkan Komentar anda tentang blog ini..!

BERTEMAN DENGAN SAYA