Sabtu, 31 Desember 2011

HAKIKAT PENDIDIKAN


HAKIKAT PENDIDIKAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam
Program S2 MSI Universitas Islam Indonesia ( UII ) Yogyakarta
Dosen Pengampu : Prof. DR. AHMAD TAFSIR
Disusun Oleh : MARZUKI


Pendidikan merupakan fitrah manusia dan Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya. Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Makalah singkat ini mencoba mengungkap makna education, Tarbiyah, pendidikan yang terkadang dimaknai secara sempit. Makalah ini akan memberikan gambaran perbedaan makna tarbiyah, ta‟lim, tadris, tahdzib, Ta‟dib dan tadrib dengan menampilkan pendapat-pendapat para pakar pendidikan baik dari literatur barat maupun timur. Pembahasan makalah ini dimulai dengan pengertian pendidikan dari tinjauan etimologis dan terminologis untuk mengantarkan pembahasan pada hakikat pendidikan.
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah “pedagogik” yaitu ilmu menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai “educare”, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia.
Tujuan dari pendidikan menurut orang Yunani adalah menolong manusia menjadi manusia. Dengan kata lain pendidikan adalah usaha membantu manusia menjadi manusia. Seseorang dikatakan menjadi manusia jika ia memiliki nilai kemanusiaan.
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan itu adalah pertolongan dan pendidikan itu bersifat mempengaruhi manusia agar ia menjadi “manusia”.
Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai “Erzichung” yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa Jawa pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah, kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran dan watak, mengubah kepribadian sang anak. Sedangkan menurut Herbart pendidikan merupakan pembentukan peserta didik kepada yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan dengan Educere.( M.R. Kurniadi,STh;1) Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Kapankah pendidikan itu dimulai? Dan kapankah pendidikan itu berakhir? Pertanyaan ini menimbulkan bahyak pendapat dikalangan ahli. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin mengatakan bahwa pendidikan dimulai dari buaian sampai liang kubur ( sesuai dengan hadits nabi Muhammad SAW ). Ada juga yang mengatakan bahwa pendidikan tidak ada batasnya ( Life long Education not old to learn ). Inti dari pendapat tersebut sama yaitu pendidikan tidak pernah selesai. Kenapa? Karena fitrah manusia menginginkan sesuatu itu menjadi lebih baik dan jalan tersebut haruslah dengan pendidikan. Kedua karena kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang sehingga pendidikan harus dinamis dan terus berjalan tanpa selesai. Dan yang ketiga Karena pandangan hidup. Manusia memiliki sifat tidak puas dengan kenyataan yang ada, ia ingin berusaha terus mencari sesuatu yang belum ia ketahui. Disinilah pendidikan berperan sehingga pendidikan terus ada.

HAKIKAT PENDIDIKAN


HAKIKAT PENDIDIKAN

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam
Program S2 MSI Universitas Islam Indonesia ( UII ) Yogyakarta
Dosen Pengampu : Prof. DR. AHMAD TAFSIR
Disusun Oleh : MARZUKI


Pendidikan merupakan fitrah manusia dan Juga pasti kita sepakat bahwa pendidikan diperlukan oleh semua orang. Bahkan dapat dikatakan bahwa pendidikan ini dialami oleh semua manusia dari semua golongan. Tetapi seringkali orang melupakan makna dan hakikat pendidikan itu sendiri. Layaknya hal lain yang sudah menjadi rutinitas, cenderung terlupakan makna dasar dan hakikatnya. Karena itu benarlah kalau dikatakan bahwa setiap orang yang terlihat dalam dunia pendidikan sepatutnyalah selalu merenungkan makna dan hakikat pendidikan, merefleksikannya di tengah-tengah tindakan/aksi sebagai buah refleksinya. Makalah singkat ini mencoba mengungkap makna education, Tarbiyah, pendidikan yang terkadang dimaknai secara sempit. Makalah ini akan memberikan gambaran perbedaan makna tarbiyah, ta‟lim, tadris, tahdzib, Ta‟dib dan tadrib dengan menampilkan pendapat-pendapat para pakar pendidikan baik dari literatur barat maupun timur. Pembahasan makalah ini dimulai dengan pengertian pendidikan dari tinjauan etimologis dan terminologis untuk mengantarkan pembahasan pada hakikat pendidikan.
Makna pendidikan secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaannya. Dengan demikian, bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau berlangsung suatu proses pendidikan. Karena itulah sering dinyatakan pendidikan telah ada sepanjang peradaban umat manusia. Pendidikan pada hakikatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Pendidikan menurut pengertian Yunani adalah “pedagogik” yaitu ilmu menuntun anak, orang Romawi memandang pendidikan sebagai “educare”, yaitu mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan potensi anak yang dibawa dilahirkan di dunia.
Tujuan dari pendidikan menurut orang Yunani adalah menolong manusia menjadi manusia. Dengan kata lain pendidikan adalah usaha membantu manusia menjadi manusia. Seseorang dikatakan menjadi manusia jika ia memiliki nilai kemanusiaan.
Dari sini kita dapat mengambil kesimpulan bahwa pendidikan itu adalah pertolongan dan pendidikan itu bersifat mempengaruhi manusia agar ia menjadi “manusia”.
Bangsa Jerman melihat pendidikan sebagai “Erzichung” yang setara dengan educare, yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau mengaktifkan kekuatan/potensi anak. Dalam bahasa Jawa pendidikan berarti panggulawentah (pengolahan), mengolah, mengubah, kejiwaan, mematangkan perasaan, pikiran dan watak, mengubah kepribadian sang anak. Sedangkan menurut Herbart pendidikan merupakan pembentukan peserta didik kepada yang diinginkan sipendidik yang diistilahkan dengan Educere.( M.R. Kurniadi,STh;1) Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, pendidikan berasal dari kata dasar “didik” (mendidik), yaitu memelihara dan memberi latihan (ajaran pimpinan) mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Sedangkan pendidikan mempunyai pengertian proses pengubahan dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara mendidik. Ki Hajar Dewantara mengartikan pendidikan sebagai upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani anak, agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupkan anak yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Kapankah pendidikan itu dimulai? Dan kapankah pendidikan itu berakhir? Pertanyaan ini menimbulkan bahyak pendapat dikalangan ahli. Islam sebagai agama rahmatan lil alamin mengatakan bahwa pendidikan dimulai dari buaian sampai liang kubur ( sesuai dengan hadits nabi Muhammad SAW ). Ada juga yang mengatakan bahwa pendidikan tidak ada batasnya ( Life long Education not old to learn ). Inti dari pendapat tersebut sama yaitu pendidikan tidak pernah selesai. Kenapa? Karena fitrah manusia menginginkan sesuatu itu menjadi lebih baik dan jalan tersebut haruslah dengan pendidikan. Kedua karena kebutuhan masyarakat yang selalu berkembang sehingga pendidikan harus dinamis dan terus berjalan tanpa selesai. Dan yang ketiga Karena pandangan hidup. Manusia memiliki sifat tidak puas dengan kenyataan yang ada, ia ingin berusaha terus mencari sesuatu yang belum ia ketahui. Disinilah pendidikan berperan sehingga pendidikan terus ada.

HAKIKAT MANUSIA


HAKIKAT MANUSIA

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas Filsafat Pendidikan Islam
Program S2 MSI Universitas Islam Indonesia ( UII ) Yogyakarta
Dosen Pengampu : Prof. DR. AHMAD TAFSIR
Disusun Oleh : MARZUKI


I.     PENDAHULUAN
Berbicara tentang Filsafat Pendidikan Islam haruslah terlebih dahulu membahas tentang hakikat manusia. Hal ini disebabkan bukan hanya manusia sebagai objek pendidikan tetapi sekaligus manusia juga sebagai subjek pendidikan di samping tujuan pendidikan menjadikan siswa atau murid sebagai manusia. Pembicaraan tentang hakikat manusia telah lama diperbincangkan oleh para pakar filsafat, psikologi dan agama. Selain dari para pakar tersebut, islam sebagai agama rahmatan lil alamin juga memberikan definisi tentang hakikat manusia. Al-Qur’an sangat secara gamblang menjelaskan tentang manusia, karena Al-Qur’an itu sendiri diturunkan Allah SWT untuk membimbing manusia menuju ridho-Nya.
Banyaknya definisi tentang hakikat manusia ini menjadikan kita mengerti bahwa definisi yang disampaikan oleh berbagai pakar sangat dipengaruhi oleh latar belakang dan keadaan definisi hakikat manusia itu dikeluarkan.
Bagaimanakah definisi hakikat manusia itu menurut para pakar tadi dan apa yang melatar belakangi pendapat mereka? Makalah ini mencoba membahas tentang hakikat manusia dengan mengambil definisi hakikat manusia dan mencari apa yang melatar belakangi pendapat itu.
II.      PEMBAHASAN
Jauh sebelum masehi ( 470-399 ) Socrates yang dikenal sebagai bapak filsafat Yunani kuno membuat pengertian tentang hakikat manusia. Dalam pendangannya manusia memiliki potensi untuk menjawab dengan benar setiap persoalan yang muncul dalam kehidupannya. Akan tetapi manusia terkadang tidak menyadari akan hal ini. Karena itu diperlukan orang lain untuk membantu menjawab persoalan-persoalan tersebut. Berdasarkan itu Socrates sering berjalan – jalan bertemu dengan orang lain untuk mencari jawabannya dengan menggunakan metode ( Socratic Method ). Dengan demikian secara singkat pendapat Socrates tentang hakikat manusia (essence) adalah rasa ingin tahu dan untuk itu harus ada orang laing yang membantunya.
Pendapat Socrates ini tentu dipengaruhi oleh pandangan orang Yunani yang kala itu pengetahuan mereka sangat rendah dan tidak ada rasa ingin tahu. Sehingga ketika Socrates mengajak anak-anak muda untuk memikirkan sesatu yang ada di langit dan dibumi beliau dianggap sesat dan dihukum mati.
Selanjutnya Plato, menurut Plato manusia terdiri dari tiga bagian : Kepala, dada dan perut. Dan untuk setiap bagian ini ada jiwaa yang terkait. Akal terletak di kepala, kehendak terletak di dada dan nafsu terletak di perut. Masing-masing bagian jiwaa ini memiliki cita-cita. Akal mencita-citakan kebijaksanaan, kehendak mencita-citakan keberanian dan nafsu harus dikendalikan sehingga melahirkan etika. Ketiga bagian tersebut menurut Plato harus berjalan selaras agar menjadi Manusia berbudi luhur. Pada kesempatan lain Plato berteori bahwa manusia memiliki tiga elemen, yaitu : roh, nafsu dan rasio.
Pendapat Plato ini sebagai langkah awal pendidikan, karena Plato memandang manusia secara keseluruhan. Ia berpendapat seperti ini tentu dipengaruhi oleh kehidupannya yang bermasyarakat dan sejahtera sehingga pendapatnya melahirkan unsur-unsur manusia secara keseluruhan.
Rene Decrates, Filosof asal Perancis berpendapat bahwa dalam diri manusia yang sangat sentral adalah berfikir. Decrates meragukan eksistensi semua yang tampak dalam pandangan. Menurutnya hanya satu yang tidak diragukan eksistensinya yaitu saya sedang berfikir ( cogito ergo sum ). Saya berfikir karena itu saya ada. Dalam hal ini pendapat Decrates hampir sama dengan Socrates yang menilai bahwa manusia itu hakikatnya adalah rasio.
Johnlock lebih memandang bahwa manusia itu ibarat kain putih yang bersih. Pengalaman-pengalaman manusia itu sendir yang akan mempengaruhi keadaan seseorang.
Sementara menurut Immanuel khant manusia adalah makhluk rasional dan memiliki kebebasan bertindak berdasarkan moral. Manusi memiliki kebebasan untuk bertindak berbeda dengan hewan.
Menurut Al-Qur’an manusia adalah makhluk ciptaan tuhan. Al-Qur’an menjelaskan bahwa manusia memiliki unsur jasmani ( material ), akal ( rasio ) dan Rohani.
Manusia secara jasmani dijelaskan dalam Al-Qur’an :


Artinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.( Al-Qashash : 77).

Ketiga unsur itu banyak dijelaskan dalam Al-Quran. Dan para cendikiawan islam banyak menjelaskan rincian tentang hakikat manusia ini dari Al-Qur’an diantaranya Al-Syaibani, M. Quthb dan Quraaish Shihab.
Didalam Al-Quran kata manusia disebut dengan insan, ins, nas, unas, basyar, bani adam dan Dzuriyah Adam. Lebih jauh lagi manusia memiliki banyak kelebihan dari makhluk tuhan lainnya diantaranya adalah ; sebagai khalifah di muka bumi, diberikan akal dan dimuliakan Allah SWT.
Kata Insan atau ins menunjukan manusia secara totalitas, jasmani dan ruhani. Kata basyar memberikan kandungan bahwa manusia haruslah menuju kedewasaan. Baik secara fisik atau pikiran. Sedangkan bani adam memberikan pemahaman bahwa manusia janganlah melupakan asal dirinya.
Pendapat para cendikiawan muslim tentang hakikat manusia tentu semua bersandar dari Al-Quran dan Hadits nabi Muhammad SAW. Dengan demikian hakikat manusia yang paling lengkap dan mencakup semua aspek adalah hakikat manusia menurut Al-Qur’an. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an datang dari sang pencipta manusia itu sendiri yang lebih mengerti ciptaannya ketimbang manusia itu sendiri memahami dirinya.
Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa definisi hakikat manusia terbagai menjadi dua bagian ; yaitu definisi hakikat manusia menurut pakar filsafat dan hakikat manusia menurut Al-Qur’an yang banyak diikuti oleh cendikiawan muslim.  

Minggu, 16 Oktober 2011

REVIEW BUKU DINAMIKA POLITIK “KEMBALI KEPADA AL-QUR’AN DAN SUNNAH” DI MESIR, MAROKO DAN INDONESIA Disusun Oleh : MARZUKI

Pergerakan reformasi islam dengan motto “kembali kepada Al-qur’an dan sunnah” yang didengungkan oleh Muhammad ibn Abd al-Wahab atau lebih dikenal dengan gerakan wahabi telah membawa dunia islam penuh dengan corak perjuangan. Gerakan wahabi ini menjadi fenomenal dalam memurnikan agama islam bukan hanya di dunia Arab, namun maroko dan Indonesia juga menjadi sasaran pergerakan yang dipelopori Muhammad ibn Abd wahab ini. Meskipun tujuannya sama “ Back to the Qur’an and Sunna as the Ideal solution to the Decline of islam in the modern Age” namun dalam implementasi pergerakan di berbagai negara islam akan berbeda-beda termasuk Arab, Maroko dan Indonesia. Perbedaan pergerakan pemurnian ajaran islam tersebut dikarenakan berbeda latar belakang meletusnya setiap pergerakan itu sendiri, namun dalam konsep dasar semua pergerakan rata-rata sejalan dengan teori tantangan dan tanggapan ( Challenge and response ), teori kesinambungan dan perubahan ( Continuity and Change ) dan teori konflik pusat melawan pinggiran ( Center and Periphery ).
Berangkat dari Imperium Turki yang dianggap oleh Abd Al-Wahab umat islam pada masa itu telah terjangkit penyakit “penyimpangan moral dan kebusukan spiritual” yang kemudian Abd al-wahab menawarkan resep obat untuk keluar dari penyakit tersebut.  Dalam pergerakannya Abd wahab menentang penguasa bahkan praktik-praktik keagamaan yang dilakukan umat telah jauh dari esensi ajaran islam yang murni. Wahabi menolak taklid, ketergantungan epistemologis dan tassawuf. Tentu saja dalam hal ini wahabi sangat membenci ajaran syiah yang menggunakan tawasul ( perantara ) antara manusia dengan Allah sebagai ajaran.
Di Maroko gerakan wahabi lebih kental diaplikasikan dalam upaya perebutan kekuasaan. Sultan Abd Allah menggunakan motto yang sering didengungkan oleh orang wahabi untuk mempertahankan kekuasaannya dari golongan tradisionalis dan melawan marabut ( pemimpin tassawuf ). Gerakan ini berlanjut hingga beberapa kali pergantian kesultanan diantaranya adalah Sultan Malway Hasan I, Sultan Abd Aziz, sultan Abd Al-Hafiz, Al-Dukkali hingga Allal Al-Fasi.
Berbeda dengan Maroko, di Indonesia gerakan reformer ajaran islam berangkat dari kalangan pinggiran ( periphery ) yang berusaha untuk merombak kebiasaan-kebiasaan masyarakat pada waktu itu seperti sabung ayam, berjudi dan minum alkohol. Untuk kali pertama gerakan wahabi di Indonesia dipelopori oleh Miskin yang berada di wilayah Sumatera Barat. Gerakan yang dilakukan Miskin semakin lama menjadi gerakan kuat yang dikenal dengan gerakan paderi. Gerakan ini ingin merubah beberapa adat yang berlaku di Sumatera barat yang tidak sesuai dengan ajaran islam sehingga gerakan paderi mendapat perlawanan dari adat. Selain itu gerakan paderi juga mendapat perlawanan dari Inggris dan kolonial Belanda karena merasa sebagai ancaman baru.
KH. Ahmad Dahlan membawa reformasi islam bagian Jawa. Menurutnya pemurnian ajaran islam bertujuan mengembalikan kejayaan umat islam yang telah hancur. Sama seperti reformer lainnya, Dahlan menentang segala apa yang tidak sesuai dengan al-qur’an dan sunnah. Dahlan mengkritik tasawuf, konsep wasilah dan menurut  Dahlan melawan Belanda saat itu sama dengan bunuh diri bukan jihad. Pergerakan paderi, KH. Ahmad Dahlan dilanjutkan oleh  Ahmad Al-Sukarti, dan Kartosuwirjo yang hingga kini ciri dan peninggalan dari pergerakan tersebut masih ada.
Mesir, juga menjadi ajang pergerakan wahabi yang dimulai dari Muhammad Ali pasya, Jamaludin Al-Afghani dengan Al-Urwah Al-wutha, Muhammad Abduh, Hasan Al-banna dengan ikhwanul muslimin, dan Sayyid Qutb. Semua tokoh pembaharu Mesir memiliki arah perjuangan yang sama dan cara pandang yang sama pula. Mereka mengganggap kemunduruan umat islam saat ini dikarenakan umat islam telah jauh meninggalkan ajaran islam itu sendiri. Taklid, tertutupnya pintu ijtihad dan praktik-praktik tasawuf yang menjadi pilar utama dalam kemunduran itu. Dan gerakan wahabi hingga saat ini masih dan terus berkembang untuk memurnikan ajaran islam yang tentu memiliki arah dan tujuan sama namun berbeda latar belakang dan pola perjuangannya, sebagaimana telah disebutkan di muka.
  

BERTEMAN DENGAN SAYA