Rabu, 12 Mei 2010

ARTIKEL PENDIDIKAN BAHASA ARAB 1

PROBLEMATIKA PENGAJARAN BAHASA ARAB DAN SIKAP PROFESIONALISME GURU

I. Pendahuluan

Bahasa Arab bagi sebagian masyarakat Indonesia terutama di pedesaan masih mendapat tempat yang belum pada posisinya sebagai bahasa komunikasi.Bahasa Arab dipandang sebagai bahasa yang sakral. Bahkan dalam mengucapkannya-pun jangan di sembarang tempat. Tempat seperti kamar mandi, WC dan tempat kotor lainnya dilarang untuk berbicara dengan bahasa Arab. Sebuah fenomena yang sangat menarik, ketika bahasa Arab sedemikian diagungkan dan "disucikan", namun masyarakat di Indonesia banyak yang tidak bisa berbahasa Arab. Bahkan bahasa Arab mendapat posisi di bawah setelah bahasa Inggris. Gejala seperti ini banyak sekali didapati, terutama di lembaga-lembaga pendidikan tradisional seperti pesantren salafi. Di sini bahasa Arab dipelajari secara terpisah-pisah ( nazhoriyatul furu' ). Mereka lebih mengutamakan grammer atau struktur tata bahasa Arab itu sendiri ketimbang mempelajari muhadatsah bahasa Arab itu sendiri. Para kiyai atau ajengan (istilah pimpinan pondok pesantren di Jawa Barat) menuntut agar santrinya dapat menghafal di luar kepala ilmu-ilmu tata bahasa Arab tanpa memperdulikan makna dan pemahamannya.
Berbeda dengan lembaga pendidikan tradisional, di sekolah-sekolah di bawah naungan Kementrian Keagamaan, bahasa Arab sedikin lumayan menunjukan eksistensinya sebagai bahasa komunikas, meski belum maksimal. Dengan "ruang" yang sempit ini diharapkan peserta didik dapat mengenal bahasa Arab sebagaimana tujuannya yang tercantum dalam kurikulum. Namun ketika implementasi bahasa Arab ke hadapan anak didik, proses pengajaran dan pembelajarannya banyak mengalami kendala. Profesionalisme guru, sarana prasarana dan kondisi lingkungan yang tidak mendukung menjadikan bahasa Arab "jalan ditempat".
Problematika apakah yang menyebabkan bahasa Arab tidak popular di mata anak didik kita? serta bagaimana cara guru mencari solusinya?. Makalh ini mencoba meneliti sejauhmana sikap profesionalisme guru bahasa Arab mampu menciptakan bahasa Arab sebagai bahasa yang "interest" di mata anak didik dalam kekurangan yang "serba".

II. PEMBAHASAN

Sebelum penulis lebih jauh memaparkan tentang problematika pengajaran dan pembelajaran bahasa Arab, terlebih dahulu penulis akan menjelaskan dua teori dalam mengajar bahasa Arab, karena dengan menjelaskan kedua teori tersebut kita akan mendapati problematika yang ditimbulkan dari implementasi kedua teori itu. Kedua teori itu adalah : Teori satu kesatuan ( Nazhoriatul Wahdah ) dan teori terpisah ( Nazhoriatul Furu' ). Yang dimaksud dengan teori satu kesatuan ( Nazhoriatul Wahdah ) adalah suatu teori yang mengajarkan bahasa Arab sebagai satu disiplin ilmu yang tidak terpisah-pisah cabang ilmu yang ada di dalamnya. Sedangkan yang dimaksud dengan teori terpisah ( Nazhoriatul Furu' ) adalah teori yang memandang bahwa bahasa Arab itu terbagi dalam beberapa cabang disiplin ilmu yang masing-masing memiliki kriteria tersendiri dalampengajarannya.
Kedua teori ini memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Teori nazhoriatul wahdah efektivitas dan efisiensi waktu lebih terkontrol. Selain itu peserta didik lebih terfokus belajar bahasa Arab bukan cabang-cabangnya. Namun kelemahan teori ini peserta didik mendapat pelajaran bahasa Arab tidak secara mendalam dipelajarinya. Cabang-cabang disiplin ilmu yang ada dalam mata pelajaran bahasa Arab diajarkan hanya sepintas saja.
Berbeda dengan nazhoriatu wahdah, nazhoriatul furu' lebih mendalam mempelajari cabang-cabang ilmu bahasa Arab, karena dalam teori ini bahasa Arab diajarkan secara terpisah. Menurut teori ini mata pelajaran bahasa Arabterdiri dari ilmu nahwu, shorof, muhadatsah dll yang diajarkan dengan jam pelajaran berbeda, sehingga tiap-tiap cabang dapat dipelajari secara mendalam. Akan tetapi kelemahan teori ini membutuhkan waktu yang banyak. Efektivitas dan efisiensi waktu sulit terukur.
Pada satuan Pendidikan tingkat MI, MTs dan MA, pelajaran bahasa Arab diajarkan dengan teori nazhoriatul wahdah. Sedangkan untuk perguruan tinggi pelajaran bahasa Arab diajarkan dengan teori nazhoriatul furu'. Kedua teori tersebut dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing masih belum sanggup untuk mendongkrak bahasa Arab sebagai pelajaran yang dapat menarik hati siswa. Apakah implementasi teori itu yang perlu ditinjau atau guru yang seharusnya menjadi motivator belum bekerja secara profesional.

A. Problematika Bahasa Arab

Di antara permasalahan-permasalahan bahasa Arab yang didapati penulis dapat dikatagorikan menjadi dua: yaitu problematika intern bahasa Arab itu sendiri dan problematika ekstern yang datang dari luar bahasa Arab.

A.1. Problematika Intern
Problematika bahasa Arab yang bersifat intern adalah permasalahan yang ada dalam bahasa Arab itu sendiri. Ketika bahasa Arab yang diajarkan di satuan pendidikan MI, MTs atau MA bahkan tingkat perguruan tinggi berbaur dengan masyarakat orang Arab maka bahasa Arab tersebut "kurang laku". Orang Arab lebih banyak memakai bahasa Arab Amiyyah sebagai alat komunikasi di antara mereka. Sedangkan bahasa Arab yang dipelajari peserta didik di Indonesia adalah bahasa Arab fushah. Bahkan trend saat ini dikalangan generasi muda Arab dikenal dengan istilah Al-Fush Amiyyah yang merupakan percampuran antara bahasa Arab fushah dengan Amiyyah.

A.2. Problematika Ekstern
Arus globalisasi merupakan akar dari permasalahan penyebab bahasa Arab menjadi bahasa yang tidak "marketable" tadi. Bahasa Arab diidentikan dengan kekerasan dan terorisme yang harus dijauhkan dan disingkirkan. Selain itu arus globalisasi dengan ciri imperalisme yang kental ikut andil bagian dalam mempengaruhi dan memperburuk citra bahasa Arab. Suatu power yang sangat terorganisir dan kasat mata telah dilontarkan negara barat dalam memusuhi bahasa Arab dan memposisikannya bergandengan dengan terorisme.
Begitu rumit bahasa Arab menghadapi problematikanya sehingga bahasa yang dahulu dikenal sebagai bahan rujukan para ilmuan dan diagungkan sebagai bahasa resmi di banyak negara kini menjadi bahasa "pinggiran".

B. Kiat Guru Bahasa Arab
Dalam keadaan seperti di atas guru-guru bahasa Arab-lah yang harus memiliki peranan yang aktif dalam memperbaiki citra bahasa Arab di mata anak didik. Guru bahasa arab harus profesional dan kreatif menciptakan suasana belajar bahasa Arab bagi anak didiknya. Di antara langkah-langkah kreatif itu antara lain adalah:
1. Dalam mengajar hendaknya guru menggunakan metode yang bervariatif, sehingga peserta didik tidak merasa bosan.
2. Ciptakan kesan bahwa bahasa Arab adalah bahasa komunikasi resmi di dunia yang dipergunakan di berbagai even-even dunia. Caranya guru dapat menunjukan berbagai koran-koran atau majalah-majalah arab kepada siswa.
3. Sebisa mungkin guru bahasa Arab harus menggunakan media dalam mengajar agar siswa dengan mudah dapat menyerap pelajaran.
4. Ajak siswa/i sekali-kali belajar di luar kelas untuk menciptakan suasana baru dan imajinasi baru.
5. Buatlah program hari bahasa Arab (Arabic Days) dengan di bawah bimbingan guru bahasa arab dan ikut sertakan semua civitas sekolah.
6. Selalu berdiskusi dengan guru-guru bahasa arab dalam wadah KKG/ MGMP untuk mencari solusi permasalahan-permasalahan.

III. Penutup

Dengan kata kunci "aktiflah guru bahasa Arab" maka semua problematika yang melanda bahasa Arab sebagai bahan pelajaran dan alat komunikasi akan banyak teratasi meskipun step by step.

Penulis
Marzuki, S.Ag.
Staf Pengajar MTs. AL-Irfan
Karangnunggal, Tasikmalaya

Makalah inipernah dipakai dalam penulisan dokumen portofolio sertifikasi gur 2009.


Catatan :
Diambil dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tinggalkan Komentar anda tentang blog ini..!

BERTEMAN DENGAN SAYA