ISU-ISU PENDIDIKAN
URGENSI KURTILAS DALAM PROSES PEMBANGUNAN
SUMBER DAYA MANUSIA
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Masalah
Pesatnya
perubahan dunia yang mencakup segala aspek kehidupan telah membawa bangsa
Indonesia berhadapan dengan sebuah era dimana tidak ada lagi jarak penyekat antara
satu negara dengan lainnya, atau lebih popular dengan istilah arus globalisasi.
Perubahan ini pula telah membawa dampak yang sangat serius terhadap tataran nilai-nilai
kebudayaan Indonesia yang apabila tidak dibentengi dengan perisai karakter
bangsa sedini mungkin akan meruntuhkan corak dan jati diri Indonesia sebagai suatu
bangsa yang menjunjung tinggi kebudayaannya. Namun di sisi lain Indonesia juga
harus mampu memainkan peranan secara
aktif dalam kancah arus globalisasi. Dengan demikian urgensi
mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki nilai-nilai karakter budaya
sekaligus handal dalam persaingan di dunia global menjadi harga mati.
Salah satu upaya yang sangat realistis dalam rangka menghadapi
semua itu adalah dengan adanya reformasi dibidang pendidikan. Pendidikan yang
dikemas untuk mampu mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan
semua warga negaranya berkembang menjadi manusia yang berkualitas dan proaktif
menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Makna manusia yang berkualitas adalah manusia
terdidik yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh
karena itu, pendidikan di Indonesia
harus berfungsi secara optimal
sebagai wahana dalam pembangunan bangsa dan karakter.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan
Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat
(3) memerintahkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan
undang-undang.
Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini menjadi
desentralisasi dan otonomi pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Implementasi dari Undang-Undang pendidikan dijelaskan secara rinci dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang mengatur tentang Standar Nasional
Pendidikan. Standar pendidikan yang dijadikan sebagai acuan penyelenggaraan
pendidikan minimal yang berlaku di Indonesia. Kedelapan standar yang diatur
dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 itu meliputi : Standar isi, standar proses,
Standar kompetensi lulusan, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga
kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan dan standar
penilaian.
Dari kedelapan standar tersebut terdapat empat standar yang menjadi
pilar utama proses pendidikan secara langsung atau lebih dekat lagi berhubungan
secara direct dengan kurikulum diberbagai jenjang pendidikan. Namun tentu saja
tanpa menganggap remeh terhadap standar yang lainnya. Standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan dan standar penilaian yang membentuk
kurikulum dalam satuan pendidikan dan juga arah tujuan pendidikan itu.
kurikulum dipandang sebagai salah satu unsur pendidikan yang bisa
memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas
potensi sumber daya manusia sebagaimana diharapkan. Kurikulum memegang peran
penting dalam memberikan dasar pijakan sebuah pendidikan sekaligus juga arah
tujuan yang akan dicapai. Maka dari itu pemerintah menjadikan KTSP (Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan) sebagai pedoman untuk mencapai tujuan setiap satuan
pendidikan atau lembaga pendidikan. KTSP yang dirancang oleh pemerintah dan
dikembangkan disetiap satuan pendidikan dengan melihat kondisi rill keadaan komponen
pendidikan diharapkan hadir sebagai jawaban peningkatan kualitas pendidikan
Indonesia.
Dengan melihat begitu pentingnya kurikulum sebagai suatu perangkat
dalam proses pendidikan dan juga keempat standar (baca:isi, proses, SKL dan
penilaian) yang membidani langsung dengan pembentukan kurikulum itu sendiri,
maka perubahan kearah perbaikan dan penyempurnaan kurikulum adalah sebuah
keniscayaan. Perubahan kurikulum berarti perubahan regulasi yang melahirkannya.
Regulasi yang dipandang sebagai acuan sekaligus pijakan kurikulum dilaksanakan.
Dengan dikeluarkannya Peraturan pemerintah Nomor 32 tahun 2013
sebagai pengganti PP Nomor 19 tahun 2005 maka KTSP sebagai kurikulum yang
berlaku saat itu mengalami penyempurnaan terutama yang menyangkut standar isi,
standar proses, standar kompetensi lulusan dan standar penilaian pendidikan. Sang
penyempurna KTSP tersebut dikenal dengan Kurikulum 2013 atau dikenal dengan
sebutan kurtilas.
II.
Rumusan Masalah
Sebagaimana uraian latar belakang di atas yang menghadapkan antara
keadaan zaman menuju era globalisasi dan pentingnya upaya membentengi sumber
daya manusia dengan perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 sebagai suatu
langkah konkrit dalam bidang pendidikan maka penulis membuat rumusan masalah di
bawah ini agar makalah ini menjadi lebih terfokus.
1.
Mengapa
perlunya perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum
2013?
2.
Bagaimanakah
konsep kurikulum 2013 dalam upaya peningkatan sumber daya manusia demi
menghadapi perubahan zaman yang ditandai dengan era globalisasi?
III.
Tujuan Pembahasan
Pembahasan
yang berkaitan dengan kurikulum 2013 memberikan banyak manfaat, bukan hanya
bagi para pendidik namun juga sebagai bahan kajian diskursus diberbagai
kalangan. Hal ini tentu disebabkan kurikulum 2013 sebagai wacana baru yang seyogiyanya
sudah diimplementasikan dalam proses pendidikan di Indonesia. Akan tetapi
implementasi kurikulum sebagai perangkat proses pendidikan di tingkat satuan
pendidikan bukanlah barang mudah. Kepala Sekolah dan guru yang seharusnya menjadi
pelaksana kurikulum 2013 ini notabenenya masih banyak yang merasa kebingungan
dalam menerapkan kurtilas di sekolahnya masing-masing. Dengan demikian
pembahasan tentang kurikulum 2013 ini menjadi semakin menarik dengan tujuan
pembahasan sebagai berikut:
1.
Menganalisis
esensi perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 dan perbedaan signifikan
dari kedua kurikulum tersebut.
2.
Mencari
konsep yang dibangun kurikulum 2013 sebagai suatu usaha meningkatkan sumber
daya manusia Indonesia dalam menghadapi era globalisasi.
BAB II
KEGIATAN TEORITIS
Istilah
kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni curriculae, yaitu curir (pelari) dan
curere (tempat berpacu,) artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari.
Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus
ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini,
ijazah merupakan satu bukti bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa
rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak
antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata
lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk
mencapai titik akhir dari suatu pelajaran yang ditandai oleh perolehan suatu
ijazah tertentu.
Nana
Syaodih Sukmadinata mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga
dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai rencana. Kurikulum
sebagai ilmu mengkaji konsep, asumsi, teori – teori dan prinsip- prinsip dasar
tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem menjelaskan kedudukan kurikulum
dalam hubungannya dengan sistem –sistem lain, komponen – komponen kurikulum, kurikulum
dalam berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum dan
sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap beragam rencana dan rancangan
atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang
dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan
tertentu. demikian pula dengan rancangan atau desain, terdapat desain
berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, dan kebutuhan siswa.
beberapa
tafsiran lainnya mengenai kurikulum antara lain sebagai berikut:
1.
Kurikulum
memuat isi dan materi pelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan
dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran
(subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai
masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, berkat
pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan
selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut aturan tertentu; dan
logis; artinya dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran mengisi materi
pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu
pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan
penemuan-penemuan, maka semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun
dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa di sekolah.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk
membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan
belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan
lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. itu sebabnya, suatu kurikulum
harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum
tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala
sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah,
alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah dan
lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif.
Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa
direncanakan dalam suatu kurikulum. Hal ini berarti, semua hal dan semua orang
yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk kedalam kurikulum.
2.
Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan
pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan
serangkaian pengalaman belajar. kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas
dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas.
Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan
yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah
kurikulum.
Kurikulum
adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar. Isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk
mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam
rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pandangan
atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia pendidikan
dan persekolahan di Indonesia adalah bahwa kurikulum merupakan suatu rencana
tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembelajaran. Hal ini sesuai
dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam undang – undang
No. 20 tahun 2003 dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 1 tentang
Standar Nasional Pendidikan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan
tertentu”. dalam kerangka kurikulum berbasis kompetensi, pengertian
kurikulum yang digunakan mengacu pada pengertian seperti yang tertera dalam UU
tersebut dengan penekanan pada rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang
dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan
dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah/madrasah. Dengan kata lain
kurikulum yang dimaksud disusun di tingkat satuan pendidikan sehingga disebut
dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam
KTSP setiap jenjang tingkat pendidikan memiliki standar kompetensi lulusan yang
dijabarkan dalam standar kompetensi tiap mata pelajaran. Selanjutnya standar kompetensi
(SK) itu diuraikan kembali dalam kompetensi dasar (KD) tiap-tiap mata
pelajaran. Kondisi skema kompetensi lulusan seperti ini merupakan skema hirarki
yang berpusat kepada standar kompetensi secara nasional yang terkemas dalam
Ujian Nasional (UN). Terkesan sangat ironis ketika KTSP -yang menjadi kurikulum
yang dibuat dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan tertentu yang tentu saja
setiap satuan pendidikan berbeda secara kondisi- namun ketuntasan dan kelulusan
peserta didik dalam satuan pendidikan tetap ditangan aturan pusat
(baca:pemerintah) melalui Ujian Nasional (UN).
Terdapatnya
standar kompetensi yang berbeda-beda dalam setiap mata pelajaran juga akan
melahirkan pengetahuan peserta didik yang terkotak-kotak. Dimensi pengetahuan
(kognitif) yang mendominasi dalam standar kompetensi ini telah mengabaikan dua
ranah yang lainnya, ranah apektif dan psikomotorik “nyaris” terabaikan. Dalam
jangka waktu panjang “pengabaian” ini hanya akan melahirkan sumber daya manusia
(SDM) yang hanya memiliki pengetahuan tinggi namun lemah dalam sikap spiritual
dan social juga jauh dari nilai karakter bangsa. Sementara arus globalisasi dan
tantangan abad 21 yang ditandai dengan kemajuan informasi serta persaingan
bebas terus berjalan tanpa henti. Refleksi abad 21 yang memberikan gambaran
perubahan dunia yang begitu cepat, penuh ketidak pastian dan hyper competition
adalah gambaran nyata. Dalam kondisi
seperti ini langkah strategis untuk mengatasi masalah di atas yaitu dengan
menyempurnakan kurikulum KTSP menjadi kurikulum yang mampu berperan sebagai
perangkat sebuah proses pendidikan sehingga dapat menghadapi era globalisasi
sekaligus mampu membentengi peserta didik dengan nilai-nilai karakter bangsa.
Kurikulum penyempurna KTSP harus memiliki mind setting yang terpadu antara
ranah kognitif, apektif dan psikomotorik serta terintegrasinya nilai-nilai
spiritual dan social dalam setiap mata pelajarannya.
Dengan
keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional
Pendidikan maka kurikulum KTSP yang dari tahun 2006 menjadi pedoman kegiatan
proses pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan kini harus diganti dengan
kurikulum 2013. Implementasi teknis atau dalam tataran yang lebih praktis
Peraturan Pemerintah tersebut dipaparkan kembali dalam permendikbud. Terdapat
beberapa perubahan peraturan menteri pendidikan yang disebabkan dari perubahan
Peraturan Pemerintah itu, di antaranya :
1.
Permendiknas
nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi pendidikan diubah menjadi Permendikbud
Nomor 64 Tahun 2013.
2.
Permendiknas
nomor 23 tahun 2006 tentang Standar kompetensi lulusan diubah menjadi Permendikbud
nomor 54.
3.
Permendiknas
Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan diubah menjadi
Permendikbud nomor 65 Tahun 2013
4.
Permendiknas
Nomor 20 Tahun 2007 diubah menjadi Permendikbud Nomor 66 Tahun 2007.
BAB IV
KAJIAN LAPANGAN
I.
Informasi yang dikumpulkan
Jenis penelitian ini adalah survey
sedangkan metodenya yaitu deskriptif analitis. Kerlinger (196) mengatakan bahwa
penelitan survey adalah penelitan yang dilakukan pada populasi besar maupun
kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari
populasi tersebut (Riduwan, “Metode dan teknik Menyusun Tesis”, 2006, h. 49) Metode
survey deskriptif adalah suatu metode penelitan yang mengambil sampel dari
suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Dalam
penelitian ini data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan
kuesioner. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya akan dipaparkan secara
deskriptif dan pada akhir penelitan akan dianalisis gambaran tentang
fakta-fakta, sifat dan hubungan antar gejala dengan penelitian penjelasan (explanatory
research). Survey dilakukan dengan melakukan pengamatan untuk mendapatkan keterangan
keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam suatu penelitian.
Penelitian dilakukan secara meluas dan berusaha mencari hasil yang segera dapat
digunakan untuk suatu tindakan yang sifatnya deskriptif yaitu melukiskan
hal-hal yang mengandung fakta yang fungsinya merumuskan dan melukiskan apa yang
terjadi.
Secara umum penelitian ini melalui tahapan studi pendahuluan, pengembangan
model dan hipotesis penelitian, pengumpulan dan pengolahan data sehingga akhirnya
di dapat kesimpulan sebagai hasil interpretasi analisis.
II.
Sumber Informasi
Sumber informasi yang didapatkan
dari penelitian kebijakan ini terdiri dari dua jenis, yaitu sumber primer dan
symber skunder. Sumber informasi primer, atau disebut juga sumber primer
merupakan sumber informasi yang memuat informasi asli yang dapat dituangkan
dalam bentuk kata, gambar, ataupun objek lainnya. Informasi yang terkandung di
dalam sumber primer seringkali tidak mengalami proses penyuntingan, sehingga
informasi yang disajikan murni apa adanya. Dengan kata lain, sumber primer merupakan
sumber informasi yang tidak dilengkapi oleh penafsiran, evaluasi, analisis,
peringkasan, atau berbagai jenis komentar dari sipengarang. Namun demikian,
sumber primer tidak diterbitkan hanya dalam bentuk tertulis. Memoar dan sejarah
lisan juga dapat dikategorikan sebagai sumber primer. Dalam penelitian ini
penulis menjadikan dokumen-dokumen regulasi yang berupa Undang-Undang,
peraturan Pemerintah, Peraturan menteri Pendidikan sebagai sumber primer
penelitian.
Sumber sekunder dapat dipahami
sebagai sumber informasi yang menyajikan penafsiran, analisis, penjelasan,
ulasan dari pengarang terhadap topik tertentu. Sumber sekunder bisa juga berupa
analisis atau paparan yang mengambil sumber primer sebagai objek pembahasannya,
sehingga dapat dikatakan bahwa sumber sekunder
merupakan reproduksi dari sumber primer. Seringkali, sumber sekunder
ditulis atau direkam bertahun-tahun setelah suatu peristiwa bersejarah terjadi.
Pada beberapa kesempatan, sumber sekunder juga digunakan sebagai sarana untuk
mengajukan pendapat ataupun mengungkapkan pernyataan yang mendukung pendapat
penting dari seseorang maupun kelompok tertentu.
III.
Pengumpulan Informasi
Dari kedua sumber sebagaimana disebutkan di atas maka penulis
berlanjut untuk mengumpulkan informasi-informasi yang didapatkan untuk dikelola
menjadi suatu hasil penelitian. Metode pengumpulan informasi ini meliputi dua
tahap, pertama studi pustaka yang merupakan kajian analisis dari
regulasi-regulasi pendidikan dan studi lapangan dan kedua studi lapangan dengan
melakukan wawancara kepada pemangku kebijakan regulasi tersebut. Adapun rincian
dari kedua kegiatan tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1.
Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara
mengumpulkan informasi – informasi yang berkaitan dengan pemberlakuan kurikulum
berhubungan dengan penelitian ini. Konsep-konsep teoritis dari berbagai sumber
seperti dokumen regulasi, jurnal-jurnal penelitian, buku-buku literatur,
artikel dalam majalah, karya penelitian berupa tugas akhir pasca sarjana
dipelajari untuk memperoleh landasan teoritis yang dapat digunakan untuk
mengembangkan konsep penelitian.
2.
Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara
melihat dan mempelajari langsung sistem bagaimana konsep penerapan kurikulum
2013 dijalankan di satuan pendidikan. Selain itu, wawancara langsung dengan kementerian
pendidikan sebagai pemangku kebijakan akan menjadi masukan yang sangat berarti
di dalam penelitian ini. Penulis juga menjelaskan kepada target kuesioner
mengenai maksud dan tujuan dari penyebaran kuesioner, cara pengisiannya untuk
menghindari kesalahan persepsi dalam pengisian kusioner.
3.
Pengembangan Model dan Hipotesa Penelitian
Pengembangan model penelitian dilakukan dengan cara
mengidentifikasi variable-variabel penelitian berdasarkan perumusan masalah,
tujuan penelitian dan didukung landasan-landasan teori yang diperoleh melalui
studi pustaka. Setelah itu diformulasikan suatu model penelitian yang
menggambarkan hubungan antar tiap variabel penelitian. Untuk keperluan
perancangan kuesioner yang digunakan dalam memperoleh data, maka dikembangkan
identifikasi elemen – elemen dari setiap variabel penelitian.
BAB IV
MENGEMBANGKAN KONSEPTUAL
Perubahan
kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 disadari sebagai proses perubahan untuk
menyiapkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang mampu menghadapi era
globalisasi. Perubahan ini pula telah membawa pada arah kebijakan baru yang
harus dilaksanakan di semua jenjang pendidikan.
Pada hakikatnya
baik itu KTSP ataupun kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk meningkatkan sumber
manusia yang bermutu dalam sebuah proses pendidikan. Namun dengan adanya
perubahan regulasi yang memberlakukan kurikulum 2013 ini maka sudah barang
tentu ada “sesuatu” yang bersifat urgen sehingga pemberlakuan kurikulum 2013
sebuah kemutlakan. Skema perubahan tersebut dapat digambarkan di bawah ini.
KTSP
(X1)
|
Peningkatan
SDM
(Y)
|
Masalah era
globalisasi
|
Kurikulum 2013
(X2)
|
Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa KTSP maupun kurikulum
2013 memiliki tujuan yang hampir sama yaitu untuk peningkatan SDM melalui jalur
pendidikan dengan proses adanya regulasi yang membidaninya. Akan tetapi untuk
meraih tujuan itu kedua-duanya dihadapkan oleh masalah era globalisasi
sebagaimana telah dijelaskan refleksi dari era globalisasi itu. Pemberlakuan
regulasi tentang kurikulum 2013 menjadikan KTSP sebagai kurikulum yang dianggap
belum “mampu” untuk mencapai peningkatan SDM, namun perlu dikaji bagian mana
yang terdapat kelemahan dari KTSP itu sehingga diganti dengan kurikulum 2013.
Secara
teori kurikulum 2013 dilahirkan sebagai penyempurna dari KTSP dan diharapkan
mampu menciptakan SDM yang berkualitas yang tentunya dapat mengatasi semua permasalahan
era globalisasi. Namun pelaksanaan dari kurikulum 2013 ini perlu penelaahan
lebih jauh dan kebijakan-kebijakan yang membidaninyapun perlu dikaji secara
mendalam sehingga benar-benar menjadi aji pamungkas untuk mencapai tujuannya.
Selain itu esensi apa yang terdapat dalam KTSP yang perlu disempurnakan dalam
kurikulum 2013 juga perlu mendapat sorotan agar kita mengetahui unsure mana
yang harusnya lebih penekanan dalam kurikulum 2013 itu.
BAB V
KESIMPULAN
Dari berbagai
uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab sebelumnya maka dapat
disimpulkan :
1.
Kurikulum
2013 sebagai kurikulum penyempurna KTSP harus memiliki kekuatan dan kelebihan
yang esensi agar mampu menjadi suatu pijakan dalam proses pendidikan.
2.
Esensi
perubahan KTSP menjadi kurikulum 2013 merupakan esensi yang mendasar yang
dilahirkan dari suatu kebijakan pemerintah.
3.
Kurikulum
2013 yang diberlakukan mencakup tiga ranah pembentuk SDM, yaitu pengetahuan,
sikap dan keterampilan yang ketiganya merupakan unsure yang tidak terpisahkan.
DAFTAR PUSTAKA
W. Best, John.
1982. Metodologi Penelitian Pendidikan; Terjemah oleh Sanapiah faisal, dari
Educational Research. Surabaya: Usaha Nasional.
Ahmadi, H. Abu
dan Nur Ubiyati, 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Hamalik, Oemar.
2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara
Sukmadinata,
Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy.
2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja
Rosdakarya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tinggalkan Komentar anda tentang blog ini..!