Sabtu, 06 September 2014

KATA-KATA BIJAK DALAM BAHASA ARAB

مَنْ سَارَ عَلىَ الدَّرْبِ وَصَلَ
Barang siapa berjalan pada jalannya sampailah ia
مَنْ جَدَّ وَجَدَ
Barang siapa bersungguh-sungguh, dapatlah ia
مَنْ صَبَرَ ظَفِرَ
Barang siapa sabar beruntunglah ia
مَنْ قَلَّ صِدْقُهُ قَلَّ صَدِيْقُهُ
Barang siapa sedikit benarnya/kejujurannya, sedikit pulalah temannya.
جَالِسْ أَهْلَ الصِّدْقِ وَالوَفَاءِ
Pergaulilah orang yang jujur dan menepati janji.
مَوَدَّةُ الصَّدِيْقِ تَظْهَرُ وَقْتَ الضِّيْقِ
Kecintaan/ketulusan teman itu, akan tampak pada waktu kesempitan.
وَمَااللَّذَّةُ إِلاَّ بَعْدَ التَّعَبِ
Tidak kenikmatan kecuali setelah kepayahan.
الصَّبْرُ يُعِيْنُ عَلىَ كُلِّ عَمَلٍ
Kesabaran itu menolong segala pekerjaan.
جَرِّبْ وَلاَحِظْ تَكُنْ عَارِفًا
Cobalah dan perhatikanlah, niscaya kau jadi orang yang tahu.

اُطْلُبِ العِلْمَ مِنَ المَهْدِ إِلىَ اللَّحْدِ
Tuntutlah ilmu sejak dari buaian hingga liang kubur.

Rabu, 03 September 2014

ISU-ISU PENDIDIKAN URGENSI KURTILAS DALAM PROSES PEMBANGUNAN SUMBER DAYA MANUSIA

ISU-ISU PENDIDIKAN
URGENSI KURTILAS DALAM PROSES PEMBANGUNAN 
SUMBER DAYA MANUSIA

BAB I
PENDAHULUAN

I.         Latar Belakang Masalah
Pesatnya perubahan dunia yang mencakup segala aspek kehidupan telah membawa bangsa Indonesia berhadapan dengan sebuah era dimana tidak ada lagi jarak penyekat antara satu negara dengan lainnya, atau lebih popular dengan istilah arus globalisasi. Perubahan ini pula telah membawa dampak yang sangat serius terhadap tataran nilai-nilai kebudayaan Indonesia yang apabila tidak dibentengi dengan perisai karakter bangsa sedini mungkin akan meruntuhkan corak dan jati diri Indonesia sebagai suatu bangsa yang menjunjung tinggi kebudayaannya. Namun di sisi lain Indonesia juga harus mampu memainkan peranan secara  aktif dalam kancah arus globalisasi. Dengan demikian urgensi mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki nilai-nilai karakter budaya sekaligus handal dalam persaingan di dunia global menjadi harga mati.
Salah satu upaya yang sangat realistis dalam rangka menghadapi semua itu adalah dengan adanya reformasi dibidang pendidikan. Pendidikan yang dikemas untuk mampu mewujudkan sistem pendidikan sebagai pranata sosial  yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negaranya berkembang menjadi manusia yang berkualitas dan proaktif menjawab tantangan zaman  yang  selalu berubah.  Makna manusia yang berkualitas adalah manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada  Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab. Oleh karena itu, pendidikan di Indonesia  harus  berfungsi secara optimal sebagai wahana dalam pembangunan bangsa dan karakter.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yaitu antara lain untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan upaya tersebut, Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (3) memerintahkan agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.
Perwujudan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor  20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini menjadi desentralisasi dan otonomi pendidikan yang menjunjung tinggi hak asasi manusia. Implementasi dari Undang-Undang pendidikan dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 yang mengatur tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar pendidikan yang dijadikan sebagai acuan penyelenggaraan pendidikan minimal yang berlaku di Indonesia. Kedelapan standar yang diatur dalam PP Nomor 19 Tahun 2005 itu meliputi : Standar isi, standar proses, Standar kompetensi lulusan, standar pengelolaan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pembiayaan dan standar penilaian.
Dari kedelapan standar tersebut terdapat empat standar yang menjadi pilar utama proses pendidikan secara langsung atau lebih dekat lagi berhubungan secara direct dengan kurikulum diberbagai jenjang pendidikan. Namun tentu saja tanpa menganggap remeh terhadap standar yang lainnya. Standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan dan standar penilaian yang membentuk kurikulum dalam satuan pendidikan dan juga arah tujuan pendidikan itu.  
kurikulum dipandang sebagai salah satu unsur pendidikan yang bisa memberikan kontribusi signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi sumber daya manusia sebagaimana diharapkan. Kurikulum memegang peran penting dalam memberikan dasar pijakan sebuah pendidikan sekaligus juga arah tujuan yang akan dicapai. Maka dari itu pemerintah menjadikan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) sebagai pedoman untuk mencapai tujuan setiap satuan pendidikan atau lembaga pendidikan. KTSP yang dirancang oleh pemerintah dan dikembangkan disetiap satuan pendidikan dengan melihat kondisi rill keadaan komponen pendidikan diharapkan hadir sebagai jawaban peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
Dengan melihat begitu pentingnya kurikulum sebagai suatu perangkat dalam proses pendidikan dan juga keempat standar (baca:isi, proses, SKL dan penilaian) yang membidani langsung dengan pembentukan kurikulum itu sendiri, maka perubahan kearah perbaikan dan penyempurnaan kurikulum adalah sebuah keniscayaan. Perubahan kurikulum berarti perubahan regulasi yang melahirkannya. Regulasi yang dipandang sebagai acuan sekaligus pijakan kurikulum dilaksanakan.
Dengan dikeluarkannya Peraturan pemerintah Nomor 32 tahun 2013 sebagai pengganti PP Nomor 19 tahun 2005 maka KTSP sebagai kurikulum yang berlaku saat itu mengalami penyempurnaan terutama yang menyangkut standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan dan standar penilaian pendidikan. Sang penyempurna KTSP tersebut dikenal dengan Kurikulum 2013 atau dikenal dengan sebutan kurtilas.
II.      Rumusan Masalah
Sebagaimana uraian latar belakang di atas yang menghadapkan antara keadaan zaman menuju era globalisasi dan pentingnya upaya membentengi sumber daya manusia dengan perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 sebagai suatu langkah konkrit dalam bidang pendidikan maka penulis membuat rumusan masalah di bawah ini agar makalah ini menjadi lebih terfokus.
1.      Mengapa perlunya perubahan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) menjadi Kurikulum 2013?
2.      Bagaimanakah konsep kurikulum 2013 dalam upaya peningkatan sumber daya manusia demi menghadapi perubahan zaman yang ditandai dengan era globalisasi?

III.   Tujuan Pembahasan

Pembahasan yang berkaitan dengan kurikulum 2013 memberikan banyak manfaat, bukan hanya bagi para pendidik namun juga sebagai bahan kajian diskursus diberbagai kalangan. Hal ini tentu disebabkan kurikulum 2013 sebagai wacana baru yang seyogiyanya sudah diimplementasikan dalam proses pendidikan di Indonesia. Akan tetapi implementasi kurikulum sebagai perangkat proses pendidikan di tingkat satuan pendidikan bukanlah barang mudah. Kepala Sekolah dan guru yang seharusnya menjadi pelaksana kurikulum 2013 ini notabenenya masih banyak yang merasa kebingungan dalam menerapkan kurtilas di sekolahnya masing-masing. Dengan demikian pembahasan tentang kurikulum 2013 ini menjadi semakin menarik dengan tujuan pembahasan sebagai berikut:
1.        Menganalisis esensi perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 dan perbedaan signifikan dari kedua kurikulum tersebut.
2.        Mencari konsep yang dibangun kurikulum 2013 sebagai suatu usaha meningkatkan sumber daya manusia Indonesia dalam menghadapi era globalisasi.









BAB II
KEGIATAN TEORITIS
Istilah kurikulum berasal dari bahasa latin, yakni curriculae, yaitu curir (pelari) dan curere (tempat berpacu,) artinya jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada waktu itu, pengertian kurikulum ialah jangka waktu pendidikan yang harus ditempuh oleh siswa yang bertujuan untuk memperoleh ijazah. Dalam hal ini, ijazah merupakan satu bukti bahwa siswa telah menempuh kurikulum yang berupa rencana pelajaran, sebagaimana halnya seorang pelari telah menempuh suatu jarak antara satu tempat ke tempat lainnya dan akhirnya mencapai finish. Dengan kata lain, suatu kurikulum dianggap sebagai jembatan yang sangat penting untuk mencapai titik akhir dari suatu pelajaran yang ditandai oleh perolehan suatu ijazah tertentu.
Nana Syaodih Sukmadinata mengemukakan pengertian kurikulum ditinjau dari tiga dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai sistem, dan sebagai rencana. Kurikulum sebagai ilmu mengkaji konsep, asumsi, teori – teori dan prinsip- prinsip dasar tentang kurikulum. Kurikulum sebagai sistem menjelaskan kedudukan kurikulum dalam hubungannya dengan sistem –sistem lain, komponen – komponen kurikulum, kurikulum dalam berbagai jalur, jenjang, jenis pendidikan, manajemen kurikulum dan sebagainya. Kurikulum sebagai rencana diungkap beragam rencana dan rancangan atau desain kurikulum. Rencana bersifat menyeluruh untuk semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan atau khusus untuk jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. demikian pula dengan rancangan atau desain, terdapat desain berdasarkan konsep, tujuan, isi, proses, masalah, dan kebutuhan siswa.
beberapa tafsiran lainnya mengenai kurikulum antara lain sebagai berikut:
1.        Kurikulum memuat isi dan materi pelajaran
Kurikulum ialah sejumlah mata ajaran yang harus ditempuh dan dipelajari oleh siswa untuk memperoleh sejumlah pengetahuan. Mata ajaran (subject matter) dipandang sebagai pengalaman orang tua atau orang-orang pandai masa lampau, yang telah disusun secara sistematis dan logis. Misalnya, berkat pengalaman dan penemuan-penemuan masa lampau, maka diadakan pemilihan dan selanjutnya disusun secara sistematis, artinya menurut aturan tertentu; dan logis; artinya dapat diterima oleh akal dan pikiran. Mata ajaran mengisi materi pelajaran yang disampaikan kepada siswa, sehingga memperoleh sejumlah ilmu pengetahuan yang berguna baginya. Semakin banyak pengalaman dan penemuan-penemuan, maka semakin banyak pula mata ajaran yang harus disusun dalam kurikulum dan harus dipelajari oleh siswa di sekolah.
Kurikulum sebagai rencana pembelajaran
Kurikulum adalah suatu program pendidikan yang disediakan untuk membelajarkan siswa. Dengan program itu para siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga terjadi perubahan dan perkembangan tingkah laku siswa, sesuai dengan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Dengan kata lain sekolah menyediakan lingkungan bagi siswa yang memberikan kesempatan belajar. itu sebabnya, suatu kurikulum harus disusun sedemikian rupa agar maksud tersebut dapat tercapai. Kurikulum tidak terbatas pada sejumlah mata pelajaran saja, melainkan meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa, seperti: bangunan sekolah, alat pelajaran, perlengkapan, perpustakaan, gambar-gambar, halaman sekolah dan lain-lain; yang pada gilirannya menyediakan kemungkinan belajar secara efektif. Semua kesempatan dan kegiatan yang akan dan perlu dilakukan oleh siswa direncanakan dalam suatu kurikulum. Hal ini berarti, semua hal dan semua orang yang terlibat dalam memberikan bantuan kepada siswa termasuk kedalam kurikulum.
2.        Kurikulum sebagai pengalaman belajar
Perumusan/pengertian kurikulum lainnya yang agak berbeda dengan pengertian-pengertian sebelumnya lebih menekankan bahwa kurikulum merupakan serangkaian pengalaman belajar. kegiatan-kegiatan kurikulum tidak terbatas dalam ruang kelas saja, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan diluar kelas. Tak ada pemisahan yang tegas antara intra dan ekstra kurikulum. Semua kegiatan yang memberikan pengalaman belajar/pendidikan bagi siswa pada hakikatnya adalah kurikulum.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Isi kurikulum merupakan susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan, dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.
Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia pendidikan dan persekolahan di Indonesia adalah bahwa kurikulum merupakan suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam undang – undang No. 20 tahun 2003 dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 pasal 1 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa “Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai pendidikan tertentu”. dalam kerangka kurikulum berbasis kompetensi, pengertian kurikulum yang digunakan mengacu pada pengertian seperti yang tertera dalam UU tersebut dengan penekanan pada rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah/madrasah. Dengan kata lain kurikulum yang dimaksud disusun di tingkat satuan pendidikan sehingga disebut dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Dalam KTSP setiap jenjang tingkat pendidikan memiliki standar kompetensi lulusan yang dijabarkan dalam standar kompetensi tiap mata pelajaran. Selanjutnya standar kompetensi (SK) itu diuraikan kembali dalam kompetensi dasar (KD) tiap-tiap mata pelajaran. Kondisi skema kompetensi lulusan seperti ini merupakan skema hirarki yang berpusat kepada standar kompetensi secara nasional yang terkemas dalam Ujian Nasional (UN). Terkesan sangat ironis ketika KTSP -yang menjadi kurikulum yang dibuat dan dilaksanakan oleh satuan pendidikan tertentu yang tentu saja setiap satuan pendidikan berbeda secara kondisi- namun ketuntasan dan kelulusan peserta didik dalam satuan pendidikan tetap ditangan aturan pusat (baca:pemerintah) melalui Ujian Nasional (UN).    
Terdapatnya standar kompetensi yang berbeda-beda dalam setiap mata pelajaran juga akan melahirkan pengetahuan peserta didik yang terkotak-kotak. Dimensi pengetahuan (kognitif) yang mendominasi dalam standar kompetensi ini telah mengabaikan dua ranah yang lainnya, ranah apektif dan psikomotorik “nyaris” terabaikan. Dalam jangka waktu panjang “pengabaian” ini hanya akan melahirkan sumber daya manusia (SDM) yang hanya memiliki pengetahuan tinggi namun lemah dalam sikap spiritual dan social juga jauh dari nilai karakter bangsa. Sementara arus globalisasi dan tantangan abad 21 yang ditandai dengan kemajuan informasi serta persaingan bebas terus berjalan tanpa henti. Refleksi abad 21 yang memberikan gambaran perubahan dunia yang begitu cepat, penuh ketidak pastian dan hyper competition adalah gambaran nyata.  Dalam kondisi seperti ini langkah strategis untuk mengatasi masalah di atas yaitu dengan menyempurnakan kurikulum KTSP menjadi kurikulum yang mampu berperan sebagai perangkat sebuah proses pendidikan sehingga dapat menghadapi era globalisasi sekaligus mampu membentengi peserta didik dengan nilai-nilai karakter bangsa. Kurikulum penyempurna KTSP harus memiliki mind setting yang terpadu antara ranah kognitif, apektif dan psikomotorik serta terintegrasinya nilai-nilai spiritual dan social dalam setiap mata pelajarannya.
Dengan keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan maka kurikulum KTSP yang dari tahun 2006 menjadi pedoman kegiatan proses pendidikan di lembaga-lembaga pendidikan kini harus diganti dengan kurikulum 2013. Implementasi teknis atau dalam tataran yang lebih praktis Peraturan Pemerintah tersebut dipaparkan kembali dalam permendikbud. Terdapat beberapa perubahan peraturan menteri pendidikan yang disebabkan dari perubahan Peraturan Pemerintah itu, di antaranya :
1.      Permendiknas nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar isi pendidikan diubah menjadi Permendikbud Nomor 64 Tahun 2013.
2.      Permendiknas nomor 23 tahun 2006 tentang Standar kompetensi lulusan diubah menjadi Permendikbud nomor 54.
3.      Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pendidikan diubah menjadi Permendikbud nomor 65 Tahun 2013
4.      Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007 diubah menjadi Permendikbud Nomor 66 Tahun 2007.








BAB IV
KAJIAN LAPANGAN

I.                        Informasi yang dikumpulkan
Jenis penelitian ini adalah survey sedangkan metodenya yaitu deskriptif analitis. Kerlinger (196) mengatakan bahwa penelitan survey adalah penelitan yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut (Riduwan, “Metode dan teknik Menyusun Tesis”, 2006, h. 49) Metode survey deskriptif adalah suatu metode penelitan yang mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data. Dalam penelitian ini data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya akan dipaparkan secara deskriptif dan pada akhir penelitan akan dianalisis gambaran tentang fakta-fakta, sifat dan hubungan antar gejala dengan penelitian penjelasan (explanatory research). Survey dilakukan dengan melakukan pengamatan untuk mendapatkan keterangan keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam suatu penelitian. Penelitian dilakukan secara meluas dan berusaha mencari hasil yang segera dapat digunakan untuk suatu tindakan yang sifatnya deskriptif yaitu melukiskan hal-hal yang mengandung fakta yang fungsinya merumuskan dan melukiskan apa yang terjadi.
Secara umum penelitian ini melalui tahapan studi pendahuluan, pengembangan model dan hipotesis penelitian, pengumpulan dan pengolahan data sehingga akhirnya di dapat kesimpulan sebagai hasil interpretasi analisis.
II.                Sumber Informasi
Sumber informasi yang didapatkan dari penelitian kebijakan ini terdiri dari dua jenis, yaitu sumber primer dan symber skunder. Sumber informasi primer, atau disebut juga sumber primer merupakan sumber informasi yang memuat informasi asli yang dapat dituangkan dalam bentuk kata, gambar, ataupun objek lainnya. Informasi yang terkandung di dalam sumber primer seringkali tidak mengalami proses penyuntingan, sehingga informasi yang disajikan murni apa adanya. Dengan kata lain, sumber primer merupakan sumber informasi yang tidak dilengkapi oleh penafsiran, evaluasi, analisis, peringkasan, atau berbagai jenis komentar dari sipengarang. Namun demikian, sumber primer tidak diterbitkan hanya dalam bentuk tertulis. Memoar dan sejarah lisan juga dapat dikategorikan sebagai sumber primer. Dalam penelitian ini penulis menjadikan dokumen-dokumen regulasi yang berupa Undang-Undang, peraturan Pemerintah, Peraturan menteri Pendidikan sebagai sumber primer penelitian.
Sumber sekunder dapat dipahami sebagai sumber informasi yang menyajikan penafsiran, analisis, penjelasan, ulasan dari pengarang terhadap topik tertentu. Sumber sekunder bisa juga berupa analisis atau paparan yang mengambil sumber primer sebagai objek pembahasannya, sehingga dapat dikatakan bahwa sumber sekunder  merupakan reproduksi dari sumber primer. Seringkali, sumber sekunder ditulis atau direkam bertahun-tahun setelah suatu peristiwa bersejarah terjadi. Pada beberapa kesempatan, sumber sekunder juga digunakan sebagai sarana untuk mengajukan pendapat ataupun mengungkapkan pernyataan yang mendukung pendapat penting dari seseorang maupun kelompok tertentu.
III.             Pengumpulan Informasi
Dari kedua sumber sebagaimana disebutkan di atas maka penulis berlanjut untuk mengumpulkan informasi-informasi yang didapatkan untuk dikelola menjadi suatu hasil penelitian. Metode pengumpulan informasi ini meliputi dua tahap, pertama studi pustaka yang merupakan kajian analisis dari regulasi-regulasi pendidikan dan studi lapangan dan kedua studi lapangan dengan melakukan wawancara kepada pemangku kebijakan regulasi tersebut. Adapun rincian dari kedua kegiatan tersebut sebagaimana diuraikan di bawah ini.
1.    Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi – informasi yang berkaitan dengan pemberlakuan kurikulum berhubungan dengan penelitian ini. Konsep-konsep teoritis dari berbagai sumber seperti dokumen regulasi, jurnal-jurnal penelitian, buku-buku literatur, artikel dalam majalah, karya penelitian berupa tugas akhir pasca sarjana dipelajari untuk memperoleh landasan teoritis yang dapat digunakan untuk mengembangkan konsep penelitian.
2.      Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara melihat dan mempelajari langsung sistem bagaimana konsep penerapan kurikulum 2013 dijalankan di satuan pendidikan. Selain itu, wawancara langsung dengan kementerian pendidikan sebagai pemangku kebijakan akan menjadi masukan yang sangat berarti di dalam penelitian ini. Penulis juga menjelaskan kepada target kuesioner mengenai maksud dan tujuan dari penyebaran kuesioner, cara pengisiannya untuk menghindari kesalahan persepsi dalam pengisian kusioner.
3.      Pengembangan Model dan Hipotesa Penelitian
Pengembangan model penelitian dilakukan dengan cara mengidentifikasi variable-variabel penelitian berdasarkan perumusan masalah, tujuan penelitian dan didukung landasan-landasan teori yang diperoleh melalui studi pustaka. Setelah itu diformulasikan suatu model penelitian yang menggambarkan hubungan antar tiap variabel penelitian. Untuk keperluan perancangan kuesioner yang digunakan dalam memperoleh data, maka dikembangkan identifikasi elemen – elemen dari setiap variabel penelitian.




  
    







BAB IV
MENGEMBANGKAN KONSEPTUAL
Perubahan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 disadari sebagai proses perubahan untuk menyiapkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas yang mampu menghadapi era globalisasi. Perubahan ini pula telah membawa pada arah kebijakan baru yang harus dilaksanakan di semua jenjang pendidikan.
Pada hakikatnya baik itu KTSP ataupun kurikulum 2013 memiliki tujuan untuk meningkatkan sumber manusia yang bermutu dalam sebuah proses pendidikan. Namun dengan adanya perubahan regulasi yang memberlakukan kurikulum 2013 ini maka sudah barang tentu ada “sesuatu” yang bersifat urgen sehingga pemberlakuan kurikulum 2013 sebuah kemutlakan. Skema perubahan tersebut dapat digambarkan di bawah ini.
KTSP
(X1)

 


Peningkatan SDM
(Y)
 
Masalah era globalisasi
 


Kurikulum 2013
(X2)
                                   




Dari skema di atas dapat dijelaskan bahwa KTSP maupun kurikulum 2013 memiliki tujuan yang hampir sama yaitu untuk peningkatan SDM melalui jalur pendidikan dengan proses adanya regulasi yang membidaninya. Akan tetapi untuk meraih tujuan itu kedua-duanya dihadapkan oleh masalah era globalisasi sebagaimana telah dijelaskan refleksi dari era globalisasi itu. Pemberlakuan regulasi tentang kurikulum 2013 menjadikan KTSP sebagai kurikulum yang dianggap belum “mampu” untuk mencapai peningkatan SDM, namun perlu dikaji bagian mana yang terdapat kelemahan dari KTSP itu sehingga diganti dengan kurikulum 2013.
Secara teori kurikulum 2013 dilahirkan sebagai penyempurna dari KTSP dan diharapkan mampu menciptakan SDM yang berkualitas yang tentunya dapat mengatasi semua permasalahan era globalisasi. Namun pelaksanaan dari kurikulum 2013 ini perlu penelaahan lebih jauh dan kebijakan-kebijakan yang membidaninyapun perlu dikaji secara mendalam sehingga benar-benar menjadi aji pamungkas untuk mencapai tujuannya. Selain itu esensi apa yang terdapat dalam KTSP yang perlu disempurnakan dalam kurikulum 2013 juga perlu mendapat sorotan agar kita mengetahui unsure mana yang harusnya lebih penekanan dalam kurikulum 2013 itu.










BAB V
KESIMPULAN
Dari berbagai uraian yang telah penulis paparkan dalam bab-bab sebelumnya maka dapat disimpulkan :
1.      Kurikulum 2013 sebagai kurikulum penyempurna KTSP harus memiliki kekuatan dan kelebihan yang esensi agar mampu menjadi suatu pijakan dalam proses pendidikan.
2.      Esensi perubahan KTSP menjadi kurikulum 2013 merupakan esensi yang mendasar yang dilahirkan dari suatu kebijakan pemerintah.
3.      Kurikulum 2013 yang diberlakukan mencakup tiga ranah pembentuk SDM, yaitu pengetahuan, sikap dan keterampilan yang ketiganya merupakan unsure yang tidak terpisahkan.












DAFTAR PUSTAKA

W. Best, John. 1982. Metodologi Penelitian Pendidikan; Terjemah oleh Sanapiah faisal, dari Educational Research. Surabaya: Usaha Nasional.

Ahmadi, H. Abu dan Nur Ubiyati, 2001. Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Hamalik, Oemar. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2005. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.




BERTEMAN DENGAN SAYA